Senin, 07 September 2009

Birul Walidain

Allah berfirman:
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah pada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.(QS. Luqman: 14)

Birul walidain (berbakti kepada kedua orang tua) dalam agama islam yang haq ini mempunyai kedudukan yang sangat mulia, bahkan merupakan amalan yang dicintai Allah yang disandingkan dengan amalan sholat tepat pada waktunya dan amalan jihad fisabilillah.Untuk ikhwan / akhowat yang saat ini berada di perantauan, jauh meninggalkan kedua orang tua kita yang saat ini masih hidup dan mungkin sudah berusia lanjut, insyaAllah artikel ini bisa dijadikan sebagai bahan renungan.

Birul Walidain (Berbakti Kepada Kedua Orang tua)

Allah berfirman:
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah pada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS. Luqman: 14)

Hadits pertama:
Dari Abu Hurairoh ia berkata: Rasulullah bersabda: Seorang anak tidak dapat membalas ayahnya, kecuali anak tersebut mendapati ayahnya menjadi budak kemudian ia membelinya dan memerdekakannya. (HR. Muslim dan Abu Dawud).

Makna hadits tersebut adalah bahwa seorang anak tidak dapat membalas jasa ayahnya, kecuali jika anak tersebut mendapati ayahnya sebagai budak yang dimiliki oleh orang lain kemudian ia memerdekakannya, yakni membebaskan dari perbudakan dan perhambaan dari orang lain (tuannya) sehingga ayahnya menjadi orang yang merdeka karena memerdekakan budak itu adalah pemberian yang paling utama yag diberikan oleh seseorang kepada yang lain.

Hadits kedua:
Dari Abdullah Bin Mas'ud berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah: Amalan apakah yang dicintai oleh Allah Beliau menjawab: Sholat pada waktunya. Aku bertanya lagi: Kemudian apa Beliau menjawab: Berbakti kepada kedua orang tua. Aku bertanya lagi: Kemudian apa Beliau menjawab: Jihad dijalan Allah. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Hadits ketiga:
Dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah bersabda: Berbaktilah kepada bapak-bapak kamu niscaya anak-anak kamu akan berbakti kepada kamu. Hendaklah kamu menjaga kehormatan niscaya istri-istri kamu akan menjaga kehomatan. (HR. Ath-Thabrani dengan sanad hasan).

Hadits keempat:
Dari Asma binti Abu Bakar ia berkata: Ibuku mendatangiku, sedangkan ia seorang wanita musyrik di zaman Rasulullah .
Maka aku meminta fatwa kepada Rasulullah dengan mengatakan:
Ibuku mendatangiku dan dia menginginkan aku (berbuat baik kepadanya), apakah aku (boleh) menyambung (persaudaraan dengan) ibuku beliau bersabda: ya, sambunglah ibumu.
(HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Imam Syafi'i Rahimahullah berkata: Menyambung persaudaraan itu bisa dengan harta, berbakti, berbuat adil, berkata lemah lembut, dan saling kirim surat berdasarkan hukum Allah. Tetapi tidak boleh dengan memberikan walayah (kecintaan dan pembelaan) kepada orang-orang yang terlarang untuk memberikan walayah kepada mereka (orang-orang kafir)....

Ibnu Hajar Rahimahullah bekata:
Kemudian bahwa berbakti, menyambung persaudaraan dan berbuat baik itu tidak mesti dengan mencintai dan menyayangi (terhadap orang kafir walaupun orang tuanya) yang hal itu dilarang di dalam firman Allah : Kamu tidak akan menjumpai satu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya. (Al-Mujadilah: 22),
karena sesungguhnya ayat ini umum untuk (orang-orang kafir) yang memerangi ataupun yang tidak memerangi. (Fathul Bari V/ 233).

Dalam kitabul 'Isyrah, Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang sampai kepada Sa'ad bin Malik , dia berkata: Dahulu aku seorang laki-laki yang berbakti kepada ibuku. Setelah masuk Islam, ibuku berkata: Hai Sa'ad! Apa yang kulihat padamu telah mengubahmu, kamu harus meninggalkan agamamu ini atau aku tidak akan makan dan minum hingga aku mati, lalu kamu dipermalukan karenanya dan dikatakan: Hai pembunuh ibu! Aku menjawab: Hai Ibu! Jangan lakukan itu. Sungguh dia tidak makan, sehingga dia menjadi letih. Tindakannya berlanjut hingga tiga hari, sehingga tubuhnya menjadi letih sekali. Setelah aku melihatnya demikian aku berkata: Hai Ibuku! Ketahuilah, demi Allah, jika kamu punya seratus nyawa, lalu kamu menghembuskannya satu demi satu maka aku tidak akan meninggalkan agamaku ini karena apapun. Engkau dapat makan maupun tidak sesuai dengan kehendakmu.
(Tafsir Ibnu Katsir III/791).

Hadits kelima:
Dari Abu Usaid Malik bin Rabi'ah As-Sa'idi berkata: Ketika kami sedang duduk dekat Rasulullah , tiba-tiba datang seorang laki-laki dari (suku) Bani Salamah lalu berkata: Wahai Rasulullah, apakah masih ada sesuatu yang aku dapat lakukan untuk berbakti kepada kedua orangtuaku setelah keduanya wafat Beliau bersabda: Ya, yaitu mendoakan keduanya, memintakan ampum untuk keduanya, menunaikan janji, menyambung persaudaraan yang tidak disambung kecuali karena keduanya, dan memuliakan kawan keduanya.
(HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban di dalam sahihnya)

Hadits keenam:
Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas kamu (dari perbuatan) durhaka kepada para ibu, mengubur anak perempuan hidup-hidup, menahan apa yang menjadi kewajibanmu untuk diberikan, dan menuntut apa yang tidak menjadi hakmu. Allah juga membenci tiga hal bagi kamu desas-desus, banyak bertanya, dan menyia-nyiakan harta. (HR. Al-Bukhari dan lainnya)

Tentang cara berbakti kepada kedua orangtua yang masih hidup, secara ringkas adalah sebagai berikut:
Mengajak masuk agama Islam jika belum Islam. Mengajarkannya kepada pemahaman yang benar (Ahlus Sunnah) Mentaati perintah mereka selama itu bukan maksiat.
Mendahulukan kepentingan mereka daripada kepentingan sendiri, bahkan daripada ibadah yang sunnah. Membantu mereka dengan harta, membelikan kebutuhan mereka, dll. Berkata yang baik dan lemah lembut kepada mereka, tidak memanggil langsung dengan namanya, tidak bersuara tinggi dan ketus, dll. Mendoakan kebaikan untuk mereka, seperti mudah-mudahan mereka mendapatkan hidayah (Islam / sunnah) dan lainnya. Berbuat baik kepada mereka seperti: melayani kebutuhan mereka, datang jika mereka memanggil dan lain-lain. Adapun berbakti kepada orang tua setelah mereka wafat, adalah sebagaimana yang tersebut pada hadits di atas yaitu:

Memohonkan ampun untuk mereka jika semasa hidupnya mereka sebagai orang Islam. Menunaikan janji mereka. Memuliakan kawan-kawan mereka. Menyambung persaudaraan kepada kerabat mereka.(taken from : http://www.salafyoon.net/)


SURAT DARI IBU YANG TERKOYAK HATINYA
Anaku….
Ini surat dari ibu yang tersayat hatinya. Linangan air mata bertetesan deras menyertai tersusunnya tulisan ini. Aku lihat engkau lelaki yang gagah lagi matang. Bacalah surat ini. Dan kau boleh merobek-robeknya setelah itu, seperti saat engkau meremukkan kalbuku sebelumnya.
Sejak dokter mengabari tentang kehamilan, aku berbahagia. Ibu-ibu sangat memahami makna ini dengan baik.Awal kegembiraan dan sekaligus perubahan psikis dan fisik.

Sembilan bulan aku mengandungmu. Seluruh aktivitas aku jalani dengan susah payah karena kandunganku. Meski begitu, tidak mengurangi kebahagiaanku.Kesengsaraan yang tiada hentinya, bahkan kematian kulihat didepan mataku saat aku melahirkanmu. Jeritan tangismu meneteskan air mata kegembiraan kami.Berikutnya, aku layaknya pelayan yang tidak pernah istirahat. Kepenatanku demi kesehatanmu. Kegelisahanku demi kebaikanmu. Harapanku hanya ingin melihat senyum sehatmu dan permintaanmu kepada Ibu untuk membuatkan sesuatu.
Masa remaja pun engkau masuki. Kejantananmu semakin terlihat, Aku pun berikhtiar untuk mencarikan gadis yang akan mendampingi hidupmu.

Kemudian tibalah saat engkau menikah. Hatiku sedih atas kepergianmu, namun aku tetap bahagia lantaran engkau menempuh hidup baru.Seiring perjalanan waktu, aku merasa engkau bukan anakku yang dulu. Hak diriku telah terlupakan. Sudah sekian lama aku tidak bersua, meski melalui telepon. Ibu tidak menuntut macam-macam. Sebulan sekali, jadikanlah ibumu ini sebagai persinggahan, meski hanya beberapa menit saja untuk melihat anakku.
Ibu sekarang sudah sangat lemah. Punggung sudah membungkuk, gemetar sering melecut tubuh dan berbagai penyakit tak bosan-bosan singgah kepadaku. Ibu semakin susah melakukan gerakan.

Anakku…
Seandainya ada yang berbuat baik kepadamu, niscaya ibu akan berterima kasih kepadanya. Sementara Ibu telah sekian lama berbuat baik kepada dirimu. Manakah balasan dan terima kasihmu pada Ibu ? Apakah engkau sudah kehabisan rasa kasihmu pada Ibu ? Ibu bertanya-tanya, dosa apa yang menyebabkan dirimu enggan melihat dan mengunjungi Ibu ? Baiklah, anggap Ibu sebagai pembantu, mana upah Ibu selama ini ?

Anakku..
Ibu hanya ingin melihatmu saja. Lain tidak. Kapan hatimu memelas dan luluh untuk wanita tua yang sudah lemah ini dan dirundung kerinduan, sekaligus duka dan kesedihan ? Ibu tidak tega untuk mengadukan kondisi ini kepada Dzat yang di atas sana. Ibu juga tidak akan menularkan kepedihan ini kepada orang lain. Sebab, ini akan menyeretmu kepada kedurhakaan. Musibah dan hukuman pun akan menimpamu di dunia ini sebelum di akhirat. Ibu tidak akan sampai hati melakukannya,Anakku…Walaupun bagaimanapun engkau masih buah hatiku, bunga kehidupan dan cahaya diriku…

Anakku…
Perjalanan tahun akan menumbuhkan uban di kepalamu. Dan balasan berasal dari jenis amalan yangdikerjakan. Nantinya, engkau akan menulis surat kepada keturunanmu dengan linangan air mata seperti yang Ibu alami. Di sisi Allah, kelak akan berhimpun sekian banyak orang-orang yang menggugat.

Anakku..
Takutlah engkau kepada Allah karena kedurhakaanmu kepada Ibu. Sekalah air mataku, ringankanlah beban kesedihanku. Terserahlah kepadamu jika engkau ingin merobek-robek surat ini. Ketahuilah, “Barangsiapa beramal shalih maka itu buat dirinya sendiri. Dan orang yang berbuat jelek, maka itu (juga) menjadi tanggungannya sendiri”.

Anakku…
Ingatlah saat engkau berada di perut ibu. Ingat pula saat persalinan yang sangat menegangkan. Ibu merasa dalam kondisi hidup atau mati. Darah persalinan, itulah nyawa Ibu. Ingatlah saat engkau menyusui. Ingatlah belaian sayag dan kelelahan Ibu saat engkau sakit.
Ingatlah ….. Ingatlah….
Karena itu, Allah menegaskan dengan wasiat : “Wahai, Rabbku, sayangilah mereka berdua seperti mereka menyayangiku waktu aku kecil”.
Anakku…
Allah berfirman: “Dan dalam kisah-kisah mereka terdapat pelajaran bagi orang-orang berakal” [Yusuf : 111]
Pandanglah masa teladan dalam Islam, masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup, supaya engkau memperoleh potret bakti anak kepada orang tua.

KISAH TELADAN KEPADA ORANG TUA

Sahabat Abu Hurairah sempat gelisah karena ibunya masih dalam jeratan kekufuran. Dalam shahih Muslim disebutkan, dari Abu Hurairah, ia bercerita.Aku mendakwahi ibuku agar masuk Islam. Suatu hari aku mengajaknya untuk masuk Islam, tetapi dia malah mengeluarkan pernyataan tentang Nabi yang aku benci. Aku (pun) menemui Rasulullah dalam keadaan menangis. Aku mengadu.
“Wahai Rasulullah, aku telah membujuk ibuku untuk masuk Islam, namun dia menolakku. Hari ini, dia berkomentar tentang dirimu yang aku benci. Mohonlah kepada Allah supaya memberi hidayah ibu Abu Hurairah”.

Rasulullah bersabda : “Ya, Allah. Tunjukilah ibu Abu Hurairah”. Aku keluar dengan hati riang karena do’a Nabi. Ketika aku pulang dan mendekati pintu, maka ternyata pintu terbuka. Ibuku mendengar kakiku dan berkata : “Tetap di situ Abu Hurairah”. Aku mendengar kucuran air. Ibu-ku sedang mandi dan kemudian mengenakan pakaiannya serta menutup wajahnya, dan kemudian membuka pintu. Dan ia berkata :

“Wahai, Abu Hurairah ! Asyhadu an Laa Ilaaha Illa Allah wa Asyhadu Anna Muhammadan Abduhu wa Rasuluhu”. Aku kembali ke tempat Rasulullah dengan menangis gembira. Aku berkata, “Wahai, Rasulullah, Bergembiralah. Allah telah mengabulkan do’amu dan menunjuki ibuku”. Maka beliau memuji Allah dan menyanjungNya serta berkomentar baik”
[Hadits Riwayat Muslim]

Ibnu Umar pernah melihat lelaki menggendong ibunya dalam thawaf. Ia bertanya : “Apakah ini sudahmelunasi jasanya (padaku) wahai Ibnu Umar?” Beliau menjawab : “Tidak, meski hanya satu jeritan kesakitan (saat persalinan)”.

Zainal Abidin, adalah seorang yang terkenal baktinya kepada ibu. Orang-orang keheranan kepadanya (dan berkata) : “Engkau adalah orang yang paling berbakti kepada ibu. Mengapa kami tidak pernah melihatmu makan berdua dengannya dalam satu talam”? Ia menjawab,”Aku khawatir tanganku mengambil sesuatu yang dilirik matanya, sehingga aku durhaka kepadanya”.

Sebelumnya, kisah yang lebih mengharukan terjadi pada diri Uwais Al-Qarni, orang yang sudah beriman pada masa Nabi, sudah berangan-angan untuk berhijrah ke Madinah untuk bertemu dengan Nabi. Namun perhatiannya kepada ibunya telah menunda tekadnya berhijrah.
Ia ingin bisa meraih surga dan berteman dengan Nabi dengan baktinya kepada ibu, kendatipun harus kehilangan kemuliaan menjadi sahabat Beliau di dunia.
Dalam shahih Muslim, dari Usair bin Jabir, ia berkata : Bila rombongan dari Yaman datang, Umar binKhaththab bertanya kepada mereka : “Apakah Uwais bin Amir bersama kalian ?” sampai akhirnya menemui Uwais. Umar bertanya, “Engkau Uwais bin Amir?”
Ia menjawa,”Benar”. Umar bertanya, “Engkau dari Murad kemudian beralih ke Qarn?”
Ia menjawab, “Benar”. Umar bertanya, “Engkau punya ibu?”. Ia menjawab, “Benar”. Umar (pun) mulai bercerita,
“Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Akan datang pada kalian Uwais bin Amir bersama rombongan penduduk Yaman yang berasal dari Murad dan kemudian dari Qarn. Ia pernah tertimpa lepra dan sembuh total, kecuali kulit yang sebesar logam dirham. Ia mempunyai ibu yang sangat dihormatinya. Seandainya ia bersumpah atas nama Allah, niscaya aku hormati sumpahnya. Mintalah ia beristighfar untukmu jika bertemu”.
(Umar berkata), “Tolong mintakan ampun (kepada Allah) untukku”. Maka ia memohonkan ampunan untukku. Umar bertanya, “Kemana engkau akan pergi?”. Ia menjawab, “Kufah”. Umar berkata, “Maukah engkau jika aku menulis (rekomendasi) untukmu ke gubernurnya (Kufah)?” Ia menjawab, “Aku lebih suka bersama orang yang tidak dikenal”.
Kisah lainnya tentang bakti kepada ibu, yaitu Abdullah bin Aun pernah memanggil ibunya dengan suara keras, maka ia memerdekakan dua budak sebagai tanda penyesalannya.

KISAH KEDURHAKAAN KEPADA ORANG TUA

Diceritakan ada lelaki yang sangat durhaka kepada sang ayah sampai tega menyeret ayahnya ke pintu depan untuk mengusirnya dari rumah. Sang ayah ini dikarunia anak yang lebih durhaka darinya. Anak itu menyeret bapaknya sampai kejalanan untuk mengusirnya dari rumahnya.

Maka sang bapak berkata : “Cukup… Dulu aku hanya menyeret ayahku sampai pintu depan”.
Sang anak menimpali : “Itulah balasanmu. Adapun tembahan ini sebagai sedekah dariku!”.
Kisah pedih lainnya, seorang Ibu yang mengisahkan kesedihannya : “Suatu hari istri anakku memintasuaminya (anakku) agar menempatkanku di ruangan yang terpisah, berada di luar rumah. Tanpa ragu-ragu, anakku menyetujuinya.
Saat musim dingin yang sangat menusuk, aku berusaha masuk ke dalam rumah, tapi pintu-pintu terkunci rapat. Rasa dingin pun menusuk tubuhku. Kondisiku semakin buruk.
Anakku ingin membawaku kesuatu tempat. Perkiraanku ke rumah sakit, tetapi ternyata ia mencampakkanku ke panti jompo. Dan setelah itu tidak pernah lagi menemuiku”

Sebagai penutup, kita harus memahami bahwa bakti kepada orang tua merupakan jalan lempang dan mulia yang mengantarkan seorang anak menuju surga Allah.
Sebaliknya, kedurhakaan kepada mereka, bias menyeret sang anak menuju lembah kehinaan, neraka.Hati-hatilah, durhaka kepada orang tua, dosanya besar dan balasannya menyakitkan.

Nabi Shallallahu ‘alaihiwa sallam bersabda.Artinya : "Akan terhina, akan terhina dan akan terhina!” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullahj, siapakah gerangan ?” Beliau bersabda, “Orang yang mendapati orang tuanya, atau salah satunya pada hari tuanya, namun ia (tetap) masuk neraka” [Hadits Riwayat Muslim]

almanhaj.or.id
[Diadaptasi dari Idatush Shabirin, oleh Abdullah bin Ibrahim Al-Qa’rawi dan Ilzam Rijlaha FatsammaAl-Jannah, oleh Shalihj bin Rasyid Al-Huwaimil][Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun VIII/1425/2005M. Penerbiit Yayasan Lajnah IstiqomahSurakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km 8 Selokaton Gondangrejo – Solo 57183]
(taken from http://almanhaj.or.id/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.