Oleh: Khadijah az Zahir
Banyak para ibu yang tidak mengetahui bahwa mereka memiliki kewajiban yang penting terhadap putri-putri mereka yang hendak maju menuju pernikahan.
Kewajiban itu tidaklah cukup dengan hanya melengkapi perabitan-perabotan rumah, tidak juga terbatas pada penjelasan kepadanya tentang apa-apa yang wajib ia ikuti pada malam pertama, dan pada kondisi yang bagaimana saat malam pertama.
Akan tetapi kewajiban ini melampaui perkara-perkara yang lebih penting lagi, dan akan fatal akibatnya jika tidak diajarkan kepada sang putri.
Perkara tersebut adalah penjelasan dalam memberikan wasiat kepada sang putri untuk berbuat baik dalam bergaul dengan sang suami, bagaimana menjauhi permasalahan-permasalahan suami isteri, kewajiban-kewajiban suami atas isteri, hak-hak isteri atas suaminya dan yang semacamnya.
Perkara inilah yang lebih banyak kepentingannya. Yang demikian itu dikarenakan sang gadis tersebut akan berpindah dari sebuah kehidupan menuju kehidupan yang lain yang berbeda dengan perbedaan yang sangat nyata.
Ia akan menjadi seorang isteri yang bertanggung jawab terhadap rumah, melayani laki-laki yang selama ini asing baginya yaitu sang suami. Sementara sang suami sangatlah asing baginya sekalipun dia telah berkenalan dengannya pada masa khitbah (melamar, meminang).
Akan tetapi yang demikian tidaklah berarti dia telah mengenal sang suami dengan sempurna. Artinya, dia masih belum bisa bergaul dengan suaminya secara langsung dari tanggung jawabnya sebagai seorang isteri. Minimal, dia masih belum bisa bergaul dengan tabiat dan kebiasaan sang suami secara langsung. Dia butuh terhadap orang yang menjelaskan banyak hal sekitar suami dan hidup suami isteri.
Islam telah memberikan perhatian besar terhadap masalah suami isteri. Menjelaskan bagaimana masing-masing menjaga hak pasangannya, bagaimana bergaul dengannya dengan pergaulan yang layak. Inilah yang wajib diajarkan oleh seorang ibu dengan cara khusus hingga dia memberikan nasihat dan penjelasan kepada putrinya hingga menjadi jelas perkaranya bagi sang putri.
Sungguh pernah ada seorang wanita datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan bertanya kepada beliau:”Apa hak suami atas isteri?” Yang demikian itu dikarenakan dia ingin menikah di atas ilmu yang jelas dari urusannya dan mengetahui beban kewajiabn suami isteri sejak dini.
Diantara perkara yang hendaknya diajarkan oelh seorang ibu kepada putrinya yang hendak maju menuju pernikahan adalah:
1. Mentaati Sang Suami dan Menghargainya
Seorang gadis yang hendak menikah wajib mengetahui bahwa taat kepada sang suami-dalam hal selain maksiat kepada Allah- adalah sebuah kewajiban.
Dan wajib atasnya untuk lemah lembut kepada suaminya, tidak membantahnya dalam setiap perkara yang besar maupun yang kecil, tidak boleh menentang dan durhaka terhadap perintahnya.
Dikarenakan seorang laki-laki itu adalah pemimpin dan komandan dalam kehidupan suami isteri. Hikmah (kebijaksanaan) Allah telah memutuskan dalam perkara ini bahwa seorang pemimpin yang tidak ditaati perintahnya maka kerajaannya akan tercabik dan binasa. Kehidupan suami isteri tidak mungkin akan berjalan normal jika sang isteri senantiasa menentang sang suami dalam setiap perkara yang besar ataupun yang kecil, juga tidak mentaatinya dalam setiap perkara.
Ketaatan terhadap suami ini bukan berarti pemaksaan atau penindasan terhadap sang isteri, namun membimbing, memimpin dan mengatur kehidupan suami isteri agar berjalan normal. Yaitu sekiranya dalam sebuah kapal itu terdapat satu nahkoda sehingga gelombang tidak bisa menghancurkannya, serta badai laut tidak menghempaskannya. Hadits-hadits yang mulia telah menjelaskna bahwa ketaatan seorang wanita terhadap suaminya adalah bentuk pendekatan diri kepada Allah yang paling utama, dan merupakan sebuah jalan menuju surga-Nya.
Hendaknya sang isteri melihat bagaimana ambisi kaum wanita di masa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam terhadap kebaikan, dan ambisi mereka untuk berlomba mendahului kaum laki-laki menuju surga. Yang membuat mereka berbahagia adalah bahwa ketaatan terhadap suami dan berbuat baik dalam melayani suami memiliki pahala dan balasan yang besar di sisi Allah.
2. Menjaga Rahasia-Rahasia Suami
Termasuk perkara yang wajib diperingatkan oleh seorang ibu terhadap putrinya yang hendak menikah adalah pentingnya menjaga rahasia-rahasia suami dan rumahnya. Tidak membuka rahasia suaminya kepada siapapun, terutama rahasia di atas tempat tidur yang tentunya lebih wajib dirahasiakan. Dikarenakan membuka rahasia ranjang (tempat tidur) berarti membongkar sebuah aib, yang ditolak oleh setiap orang yang berakal. Tidak ada yang melakukannya kecuali orang-orang bodoh dan fasik.
Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam telah memperingatkan para sahabatnya radhiallahu’anhum dan kita, umat beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam setelah mereka, akan bahaya membuka rahasia tempat tidur. Membuka rahasia suami, apapun bentuk rahasia tersebut menyebabkan banyak terjadi permasalaan, dan kadang malah membuat hancurnya sebuah rumah tangga. Maka wajib bagi seorang wanita saat mengetahui suatu perkara dari suaminya yang tidak ingin diketahui oleh siapapun selainnya untuk tidak mengabarkankannya kepada siapaun, sekalipun ia adalah orang yang terdekat dengannya. Begitu pula tidak boleh baginya membuka sebuah rahasiapun dari rahasia rumah tangganya kepada seorangpun, siapapun dia. Dan hendaknya seorang wanita belajar bagaimana menahan lisan, dikarenakan ketergelinciran lidah sering menghasilkan kehancuran.
3. Baik Dalam Mengurus Rumah
Tidak diragukan lagi bahwa pentingnya seorang isteri adalah mencakup baiknya dalam mengurus rumah, mengaturnya dengan sebenar-benarnya, serta mendidik anak-anaknya. Sebelum menikah, hendaknya seorang gadis belajar bagaimana mengurus rumah, menyiapkan makanan, dan perkara lain semacamnya tentang perkara-perkara yang mesti dia lakukan dalam melayani suami dan melaksanakan berbagai keperluan suami.
Yang demikian tidaklah menghalangi seorang suami membantu isterinya dalam mengurus keperluan rumah tangga jika kondisinya mengizinkan. Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam juga berada dalam pekerjaan rumah tangga keluarga beliau. Maka jika waktu shalat datang, beliau keluar seakan-akan tidak mengenal mereka, dan mereka tidak mengenal beliau. Ini adalah kiasan cepatnya beliau memenuhi panggilan Al Haq.
4. Menjaga Suami Ketika Dia Tidak Ada di Rumah
Seorang wanita shalihah adalah yang menjaga suaminya saat dia tidak ada di rumah. Dia menjaga dirinya untuk tidak berbicara dengan seorangpun walau dengan satu kalimat. Tidak juga terlihat oleh orang lain walaupun dengan sekali pandangan. Yang demikian itu dilakukan dengan konsisten menjaga adab Islami yang luhur. Tidak memasukkan seorangpun yang tidak diridhai oleh suami ke dalam rumahnya, tidak pergi ke sebuah tempat tanpa izin suaminya, menjaga hartanya agar tidak rusak, dan tidak berlebih-lebihan dalam menafkahkan harta suaminya.
6. Tidak Menolak Keinginan Suami ke Tempat Tidur
Begitupula hendaknya seorang gadis yang hendak menikah mengetahui bahwa jika suaminya nanti mengajaknya ke tempat tidur, hendaknya dia memenuhi ajakan tersebut, dan tidak menolaknya kecuali adanya suatu udzur syar’i yang bisa diterima seperti sakit dan semacamnya. Adapun jika dia dalam keadaan biasa, maka wajib baginya memenuhi keinginan sang suami dan tidak menolaknya dari tempat tidurnya. Hendaknya dia mengetahui bahwa menolak ajakan suami adalah sebuah dosa besar. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Jika seorang laki-laki mengajak isterinya ke tempat tidurnya, kemudian sang isteri tidak mendatanginya hingga dia tertidur dalam keadaan marah, maka para malaikat akan melaknat sang isteri hingga ia memasuki waktu pagi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Beliau juga bersabda:
“Jika seorang suami memanggil isterinya untuk sebuah keperluan, maka hendaknya dia mendatanginya sekalipun dia sedang berada di atas tungku api.” (HR. Tirmidzi, dan dia berkata hasan gharib, dan Ibnu Hibban)
Hadits-hadits tersebut menunjukkan wajibnya seorang wanita memenuhi keinginan suami dalam masalah jima’, sekalipun sang isteri dalam keadaan sibuk dengan urusan rumah yang penting, tidak boleh meninggalkan sang suami atau bersikap masa bodoh terhadapnya.
Hendaknya seorang isteri mengetahui bahwa mungkin sang suami melihat sesuatu yang membangkitkan syahwatnya dan dia ingin mematikan syahwatnya ini dengan mendatangi isterinya. Dan inilah jalan yang benar sebagaimana disifatkan oleh Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam saat beliau bersabda:
“Sesungguhnya jika seorang wanita menghadap, dia menghadap dalam rupa syaitan (maksudnya: menggoda), maka jika salah seorang di antara kalian melihat seorang wanita yang membuatnya terpana, maka hendaknya dia mendatangi isterinya, karena sesungguhnya apa yang ada pada isterinya sama dengan apa yang ada pada wanita tersebut.” (HR. Muslim)
Seorang muslim diperintahkan untuk menundukkan pandangan, akan tetapi kadang-kadang kedua matanya terjerumus kepada suatu hal yang menggerakkan syahwatnya karena seorang wanita yang bukan isterinya tanpa sengaja, maka hendaknya dia mendatangi isterinya agar syahwatnya stabil.
Sumber:http://assunnah-qatar.com/
Senin, 07 September 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.